Penggunaan rumput laut sebagai makanan telah di katahui oleh manusia sejak abad keempat di Jepang dan abad keenam di Cina. Saat ini kedua Negara tersebut dan di tambah lagi dengan Korea adalah merupakan Negara dengan tingkat konsumsi rumput laut terbesar di dunia. Seiring dengan perkembangan penyebaran penduduk Negara-negara tersebut melalui proses Migrasi ke Negara-negara lain, maka penyebaran konsumsi rumput laut juga mengikutinya, misalnya di beberapa Negara di wilayah Amerika Selatan dan Amerika Serikat.
Penggunaan rumput laut untuk berbagai keperluan sejak lima puluh tahun terakhir mengalami peningkatan yang sangat tajam. Awalanya rumput laut di ambil dari alam, namun karena permintaan akan komoditas ini meningkat tajam, maka di kembangkanlah budidaya rumput laut di beberapa belahan dunia untuk memenuhi kebutuhan yang semakin hari mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Penelitian terhadap siklus hidup rumput laut, yang ternyata sangat potensial untuk di budidayakan menyebabkan rumput laut budi daya menguasai permintaan dunia hingga 90 persen permintaan pasar.
Di Irlandia, Islandia dan Nova Scotia (Kanada) berbagai jenis rumput laut secara tradisional telah di konsumsi, dan pasar ini terus dikembangkan. Beberapa organisasi pemerintah dan komersial di Perancis telah mempromosikan rumput laut untuk dijadikan menu unggulan di restoran-restoran, Pemerintah Perancis juga telah menggarap pasar domestik, dengan beberapa keberhasilan. Rumput laut juga banyak di konsumsi oleh masyarakat pesisir pantai sebagai sayuran dan salad China merupakan salah satu produsen terbesar rumput laut konsumsi, kapasitas produksinya mencapai sekitar 5 juta ton basah rumput laut basah. Sebagian besar dari hasil rumput laut China di gunakan untuk produk kombu yang dihasilkan dari ratusan hektar rumput laut coklat, Laminaria japonica, yang di budidayakan dengan system longline.
Korea menghasilkan sekitar 800 000 ton basah dari tiga spesies rumput laut yang berbeda, dan sekitar 50 persen digunakan untuk wakame, yang dihasilkan dari rumput laut coklat yang berbeda yaitu dari jenis Undaria pinnatifida, cara budidayanya juga sama seperti yang dilakukan di China untuk jenis Laminaria. Sementara itu Produksi rumputlaut Jepang adalah sekitar 600000 ton basah, dari total keseluruhan produksinya 75 persennya adalah untuk nori, rumput laut berwarna gelap dan tipis untuk membungkus sushi. Nori dihasilkan dari rumput laut merah yaitu dari spesies Porphyra. Rumput laut jenis ini mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi.
Di Indonesia pada tahun 2014 ini di targetkan akan memproduksi sebanyak 5 juta ton rumput laut kering dari sentra-sentra produksi di seluruh wilayah pantai Indonesia. Target tersebut bukanlah target yang tanpa dasar mengingat potensi rumput laut Indonesia memang sangat besar untuk mencapai target tersebut. Rumput laut merah dan coklat digunakan sebagai bahan baku Hidrocolloid yaitu: agar-agar, alginat dan karagenan. Hidrokoloid adalah zat non-kristalin dengan molekul yang sangat besar dan larut dalam air yang menghasilkan larutan (kental) menebal. Alginat, agar-agar dan karagenan larut dalam air karbohidrat yang digunakan untuk mengentalkan (meningkatkan viskositas) larutan air, untuk membentuk gel (jeli) dari berbagai tingkatan dan untuk menstabilkan beberapa produk, seperti pada es krim. Alginate, agar-agar dan karaginan mampu menghambat terbentuknya Kristal es, sehingga penggunaannya akan mampu mempertahankan tekstur es krim menjadi tetap halus.
Penggunaan rumput laut sebagai bahan pembuat produk hidrokoloid di mulai sejak tahun 1658. Ketika itu untuk membuat gel agar-agar dilakukan dengan cara melakukan ekstraksi rumput laut merah dengan air panas, cara seperti ini pertama kali di temukan di Jepang. Rumput laut merah sebagai penghasil karagenan di populerkan mulai abad kesembilan belas. Menjelang tahun 1930 di temukan bahwa ekstrak rumput laut coklat mampu menghasilkan alginate, sejak saat itu rumput laut di kelola secara komersial dan di jual sebagai bahan pengental dan pembentuk gel.
Industri ekstrak rumput laut mulai berkembang pesat sejak setelah perang dunia kedua, tetapi saat itu laju produksinya dib t=atasi oleh ketersediaan bahan baku. Sekali lagi, penelitian terhadap siklus hidup rumput laut mampu memberikan solusi terhadap terbatasnya bahan baku. Keberhasilan penelitian tersebut telah membangkitkan budidaya rumput llaut secara besar-besaran.
Produksi Karagenan pada awalnya sangat menggantungkan pada ketersediaan rumput laut liar yaitu dari jenis Irlandia Moss yang terdapat di Irlandia, rumput laut tersebut tumbuh di perairan dingin dengan kapasitas produksi yang sangat terbatas. Namun, sejak awal 1970 industri pengolahan rumput laut telah berkembang pesat. Hal tersebut di sebabkan oleh ketersediaan bahan baku yang sudah melimpah karena keberhasilan penelitian yang menyebabkan budidaya rumput laut di lakukan di berbagai tempat beriklim tropis dengan biaya produksi yang rendah.
Saat ini sebagian besar rumput laut yang di gunakan sebagai bahan baku karagenan berasal dari rumput laut hasil budidaya meskipun masih ada permintaan rumput laut Moss Irlandia dan beberapa spesies liar lainnya dari wilayah Amerika Selatan. Rumput laut sebagai petfood telah di produksi di Norwegia dan beberapa Negara lain. Di Norwegia industry petfood berbahan baku rumput laut sejak tahun 1961. Bahan baku petfood biasanya terbuat dari rumput laut coklat yang di keringkan kemudian di giling. Pengeringan ini biasanya dengan tungku berbahan bakar minyak. Sekitar 50 000 ton rumput laut basah yang dipanen mampu menghasilkan 10000 ton rumput laut kering.
Penggunaan rumput laut sebagai pupuk di mulai sejak abad Sembilan belas. Penduduk local biasanya menggunakan rumput laut coklat sebagai bahan baku pembuatan pupuk organic. Kandungan serat tinggi yang terdapat di dalam rumput laut mampu berfungsi sebagai kondisioner tanah dan retensi tanah. Kandungan mineral aktif di dalam rumput laut sangat bermanfaat dalam pertumbuhan tanaman. Dalam perkembangan selanjutnya rumput laut dibuat sebagai pupuk ekstrak cair yang dapat di aplikasikan secara langsung terhadap tanaman. Beberapa penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa pupuk rumput laut cair cukup efektif untuk meningkatkan kesuburan tanaman baik tanaman buah maupun sayur-sayuran.
Dalam dunia kosmetik, rumput laut juga memberikan andil yang cukup besar dalam dunia kecantikan. Dalam sebuah label produk kecantikan sering di temukan tentang komposisi bahan pembuatnya yaitu “ekstrak rumput laut” atau “ekstrak alga”, hal tersebut menunjukkan bahwa kosmetik tersebut mengandung komponen hidrokoloid yang di ekstrak dari rumput laut. Kandungan alginate dan karagenan dalam beberapa jenis rumput laut mampu meningkatkan kelembapan kulit. Pasta rumput laut yang diproses dengan system grinding biasanya di gunakan sebagai thalassotherapy dengan cara di lumurkan keseluruh tubuh yang kemudian di hangatkan dengan menggunakan radiasi inframerah. Perawatan tubuh dengan cara ini berkaitan dengan hydroterapi rumput laut untuk pengobatan rematik dan osteoporosis.
Dua puluh tahun terakhir di kembangkan penggunaan rumput laut sebagai bahan biodiesel. Ide besarnya adalah dengan cara melakukan fermentasi biomassa untuk menghasilkan gas metan untuk di gunakan sebagai bahan bakar. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan perlunya penelitian yang berkelanjutan dan perlunya pengembangan akan hal tersebut.
Rumput laut juga mempunyai potensi untuk pengolahan limbah air. Beberapa jenis rumput laut mampu menyerap ion logam berat seperti seng dan cadmium dari air yang tercemar. Air limbah pada budidaya ikan biasanya mempunyai tingkat pencemaran yang dapat menimbulkan masalah terhadap ekosistem air lain yang berdekatan. Rumput laut dapat di gunakan sebagai sebagai solusi atas masalah tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah Dengan Sopan, Dan Tidak Meninggalkan SPAM !